Jaman dahulu sepak bola hanya dimainkan kaum laki-laki. Setiap babak
berlangsung 45 menit. Konon waktu 45 menit itu ada Sejarahnya, bahkan
dapat dihitung secara matematis. Sesuai namanya Sepakbola, maka
perhitungannya berdasarkan Bola yang ada, disini ada dua Bola yaitu Bola
Asli dan Bola Tidak Asli.
- Bola Asli ada 1 (ini yang ditendang-tendang)
- Bola Tidak Asli (MAAF, yang dimiliki kaum laki-laki ada 2, kalo ditendang ya sakit)
Sepakbola dimainkan oleh 2 kesebelasan, tiap kesebelasan ada 11 pemain
laki-laki, maka rumus matematiknya = 2 Kesebelasan x 11 Pemain x 2 Bola
Tidak Asli = 44. Jumlahkan kedua Bola-bola tersebut = Bola Asli Bola
Tidak Asli = 1 44 = 45 (Cocok kan!).
Lalu mengapa bisa menjadi 90 menit ? Konon karena adanya wasit
Laki-laki, jadi Bola Tidak Asli (MAAF SEKALI LAGI MAAF, ada 2 lagi),
jadi waktu 45 menit x 2 atau 90 Menit.
Sekitar
abad ke-2 SM, permainan ini dimainkan dengan cara memukulnya dengan
tangan dan boleh ditendang saat bola menyentuh tanah. Sepak bola saat
itu dikenal dengan nama Episkuros atau Harpaston. Memakai bola yang
tidak lebih baik ketimbang bola isi rambut, bolanya diisi bulu”
binatang. Para hewan banyak yang kedinginan bila bulunya sering dicabuti
Sepakbola merupakan
olahraga yang dikenal sejak ribuah tahun yang lalu. Bukti ilmiah yang
bisa didapat adalah adanya permainan semacam sepak bola di negeri Cina.
Kala itu, dinasti Han melatih tentara menggunakan “tsuchu” untuk latihan
fisiknya : yaitu latihan menendang bola kulit memasukan ke dalam jaring
kecil yang diikatkan pada batang-batang bambu panjang. Pemain
membidikan bola ke dalam jaring kecil menggunakan kaki, dada, punggung,
serta bahu sambil berusaha menahan serangan dari lawan.
blank_page Di Jepang dikenal pula permainan semacam “tsu-chu” sekitar
500 – 600 tahun kemudian, meskipun tidak kompetitif seperti di Cina. Di
Yunani juga mengenal olahraga pra sepak bola yang bernama “episkyros”,
juga di Romawi orang mengenal permainan “harpastum” yaitu permainan
dengan bola berukuran kecil. Pemainnya dibagi dalam dua kelompok yang
saling berhadapan di dalam lapangan berbentuk segi empat yang dibatasi
oleh garis serta terdapat garis tengah. Tujuannya adalah menggiring bola
hingga melewati garis batas lawan, dengan langkah dan terkadang
melakukannya dengan segala tipu muslihat.Ada dugaan bahwa orang-orang
Romawi membawa permainan itu ke Inggris. Tapi masih disangsikan apakah
Harpastum merupakan pendahulu sepakb bola yang sekarang dikenal ini,
sebab penduduk Celtic di Cronwall sudah mengenal permainan yang serupa
yang disebut “hurling”. Waktu itu jelas belum ada peraturan yang baku.
Orang boleh main tanpa jumlah yang pasti dan tidak saja kaki tetapi
tanganpun boleh main. Boleh menendang tulang kering serta membawa lari
bola.Banyak teori tentang siap yang mula-mula melaksanakan permainan
sepak bola ini. Tetapi yang pasti, Inggrislah yang mulai menyempurnakan
sehingga perkembangannya halus seperti sekarang ini. Prakarsanya di
mulai pada tahun 1963, ketika sebelas perkumpulan di London mengadakan
pertemuan untuk menjernikan kekacauan dengan membuat serangkaian
peraturan fundamental untuk mengatur pertandingan-pertandingan
selanjutnya. Dan pada Tanggal 26 Oktober lahirlah Football
Association yang pertama. Buntut dari pertemuan itu adalah keluarnya
kelompok Rugby dalam rapat karena menolak peraturan yang melarang
penginjakan, penendangan tulang kering dan melarikan/membawa bola.
Akhirnya pada tanggal 8 Desember 1863, Rugby resmi mengurdurkan diri dan
keduanya berjalan sendiri-sendiri.
Kesempurnaan bermain bola makin mendekati terutama setelah enam tahun
Football Association berjalan. Adanya klausul yang melarang setiap
pemegangan bolan (bukan hanya melarikan). Dan delapan tahun kemudian
anggotanya sudah berjumlah 50 perkumpulan. Dan kompetisi sepak bola yang
pertama dimulai di negara Inggris. Pertumbuhan sepak bola melaju terus
di seantero jagat. Bahkan tahun 1879 sudah mengenal langkah-langkah
sepakbola profesional di Darwin, yaitu dua pemainnya John Love dan
Fergus Suter dilaporkan sebagai orang-orang pertama yang menerima
bayaran dari bakatnya bermain sepakbola.
Setelah Football Association, segera menyulus di Nederland, the
Scottisch FA (1873), The TA of Wales (1875), dan The Irish FA di
Belfast, Selandia Baru (1891), Argentina (1893), Chili (1895), Swiss dan
Belgia (1895) Italia (1898), Jerman dan Uruguay (1900), Hongaria
(1901), dan Finlandia pada tahun 1907.
Pada tahun 1907, berdirilah Federasi sepakbola dunia (FIFA) di Paris.
Pelopornya adalah Perancis, Denmark, Nederland, Spanyol, Swedia dan
Swiss. Dari tujuh anggota berkembang menjadi 36 pada tahun 1925 dan
setelah diselingi Perang Dunia II, perebutan Piala Dunia II sudah
diikuti oleh 73 anggota. Dan pada saat ini FIFA mempunyai anggota
sebanyak 146.300.000 klub. Diantara sekian banyak klub, 200.000 di andi
Eropa dengan sekitar 680.000 tim dan 22 juCao Yang gemas meski itu hari
bersejarah bagi Cina. Tanggal 20 Mei 2004 Asosiasi sepak bola
Internasional (FIFA) dalam perayaan ulangtahunnya yang ke-100 secara
resmi mengakui bahwa sepak bola berasal dari negeri Tirai Bambu. Tapi
Direktur Pengembangan sepak bola Provinsi Zibo itu masih kesal.
“Seandainya peraturan sepak bola tak diubah, kami sudah jadi nomor satu
di dunia,” katanya.
Cina adalah tanah air sepak bola, selain
ilmu pengetahuan, budaya dan kearifan agama. Karena itu, tak heran, jika
Rasulullah Muhammad perlu menganjurkan umatnya belajar ke negeri ini.
Di Cina sepak bola sudah dimainkan orang
sejak 7.000 tahun yang lalu—sebuah masa yang panjang dari sebuah klaim
yang salah. Selama ini orang menganggap sepak bola lahir di Inggris pada
abad 19. Para penulis sejarah sepak bola juga seolah keberatan mengakui
Cina sebagai negeri yang melahirkan sepak bola. Inggris, dan Eropa pada
umumnya, sesungguhnya hanya mengembangkan olahraga ini dari apa yang
sudah ditemukan oleh orang-orang Asia Tengah.
Petualang Italia, Marco Polo (1254-1324),
mengenalkan sepak bola modern dari Cina dan Jepang sewaktu kembali ke
Eropa. Tapi para peneliti masih berdebat apakah petualang itu
satu-satunya orang yang berjasa membawa sepak bola ke sana. Sebagian
meragukan, sebagian lagi yakin Eropa telah “mencuri” permainan ini dari
Asia kuno lewat Marco Polo.
[1] [1] [1]
Catatan tertua tentang sepak bola
ditemukan di Cina dari masa Dinasti Tsin (255-206 sebelum Masehi).
Manuskrip itu mencurigai, permainan ini diperoleh secara turun-termurun
sejak 5.000 tahun sebelumnya. Pada zaman Tsin, permainan yang dinamai
tsu chu ini awalnya dipakai untuk melatih fisik para prajurit kerajaan.
Kemudian berkembang menjadi permainan yang menyenangkan kendati sulit
dilakukan. Pemainnya tak hanya anggota kerajaan tapi juga rakyat di
seluruh Cina.
Satu tim terdiri dari enam orang yang
berlomba memasukkan bola dari kulit binatang yang diisi rambut ke lubang
jaring berdiameter 40 sentimeter. Jaring setinggi 10,5 meter
ditancapkan di tengah lapangan yang dikelilingi tembok, mirip lapangan
bolavoli di zaman sekarang. Dengan tsu chu orang Cina memahirkan kung
fu. Aturan tsu chu sangat sederhana: bola tak boleh disentuh tangan dan
tim yang menang adalah mereka yang paling banyak memasukkan bola ke
dalam lubang jaring.
Tsu chu yang berarti “menendang bola”
lahir dari kepercayaan Cina kuno. Menurut penulis Li You (55-135), bola
itu melambangkan bulan yang amat sakral dan dua tim yang berlawanan
melambangkan yin dan yang. Angka 12 diambil dari jumlah bulan dalam
penanggalan Cina. Permainan ini sudah mengenal wasit. Dia memimpin
pertandingan dan menghitung skor.
Legenda menyebutkan anggota kerajaan
sangat menggemari permainan ini. Raja-raja sengaja membangun lapangan
untuk bermain tsu chu dan mewajibkan sekolah mengajarkan olahraga ini.
Karena itu tsu chu cepat populer ke seantero negeri. Pada masa Dinasti
Han (206 sebelum Masehi hingga 200 setelah Masehi) ketenaran tsu chu
mencapai puncaknya. Dokumen dari tahun 50 sebelum Masehi melaporkan ada
pertandingan antara tim Cina dan Jepang di Kyoto. Tak disebutkan berapa
skor akhirnya.
Orang Jepang memainkan olahraga ini
setelah padagang dan siswa mereka menyambangi Cina. Selain diperkenalkan
oleh orang Cina sendiri ketika mendatangi negeri-negeri sekitarnya.
Dinasti Cina terkenal sebagai bangsa penjelajah. Orang Jepang mengadopsi
tsu chu dengan lebih kreatif. Mereka menamainya kemari. Pemainnya dua
sampai 12 orang. Gawangnya berupa dua pohon yang berdiri sejajar.
Olahraga ini sangat riuh karena para pemain saling berteriak jika sedang
mengendalikan atau akan menendang bola. Setiap pemain tidak dibolehkan
menjegal atau melukai lawan.
Kemari mencapai puncak popularitas pada
abad 10-16. Di tahun inilah, Marco Polo datang ke sana karena sudah
mendengar tentang permainan ini. Peneliti yang meragukan Marco Polo
sebagai pembawa sepak bola ke Eropa karena di daratan ini sudah ada
permainan bola ratusan tahun sebelum Marco Polo lahir. Hanya saja
permainan bola di hampir semua negara Eropa sebelum abad 18 mirip rugbi
di zaman sekarang.
Di Yunani bermain bola sudah dikenal 800
tahun sebelum Masehi dengan nama episkyro dan harpastron. Pasukan Romawi
yang menyerbu Yunani tahun 146 sebelum Masehi kemudian mengadopsi
permainan ini dan menyebarkannya seiring penaklukan wilayah-wilayah
Eropa. Kaisar Romawi Julius Caesar tercatat sebagai penggemar
harpastrum. Ia memakai permainan ini sebagai olahraga melatih fisik
pasukannya. Di Roma, luas lapangan harpastrum menyesuaikan dengan jumlah
pemain. Suatu kali harpastrum pernah dimainkan oleh lebih dari 100
orang. Karena itu sepak bola lebih mirip kerusuhan massal.
Penulis Romawi, Horatius Flaccus dan
Virgilius Maro menyebut Harpastrum sebagai permainan biadab. Olahraga
ini kemudian dilarang di seluruh negeri. Dan sejarah sepak bola Eropa
kemudian diwarnai oleh bredel-membredel.
Orang Inggris mulai mengenal sepak bola
pada sekitar abad 8. Sama seperti di Romawi, permainan bola di Inggris
jauh lebih brutal. Dimainkan di lapangan yang luas atau jalanan berjarak
3-4 kilometer. Raja Edward II menyebut sepak bola sebagai “permainan
setan yang dibenci Tuhan.” Ia melarang rakyatnya melakukan olahraga ini
pada April 1314, terutama untuk kalangan ningrat. sepak bola dianggap
kampungan karena menggunakan tengkorak manusia sebagai bola.
Raja khawatir jika prajurit terlalu
sering bermain bola mereka lupa latihan berkuda dan panahan untuk
menghadapi pasukan musuh. Raja-raja Inggris berikutnya melanjutkan
larangan itu hingga Ratu Elizabeth I (1533-1608).
Dalam buku The Anatomie of Abuses yang
ditulis Philip Stubbes tahun 1583 kekerasan itu terekam sangat jelas.
“Ratusan orang mati dalam satu pertandingan ini,” tulis Stubbes. Pemain
yang selamat banyak yang cedera parah: kalau tak patah kaki, pasti remuk
tulang punggung, atau kepala bocor, mata picek dan seterusnya. Stubbes,
seorang puritan yang serius, mengkampanyekan larangan sepak bola hingga
gereja-gereja turun tangan. Apalagi ketika itu permainan bola dilakukan
saat hari minggu Sabath. Orang yang mencuri-curi bermain bola dan
ketahuan dimasukkan penjara selama seminggu.
Di Prancis sepak bola juga dilarang.
Orang Prancis yang mengenal bola dari tentara Romawi pada 50 sebelum
Masehi, juga bermain tanpa aturan dan tanpa batasan jumlah pemain.
Akibat larangan itu, sepak bola yang dinamakan soule ini baru kembali
dimainkan orang pada abad 12. Tetapi dilarang kembali oleh Raja Felipe V
di tahun 1319 yang diteruskan oleh rajaraja Prancis berikutnya.
Kekerasan sepak bola juga terjadi di
Amerika Tengah. Suku Indian dan Astek juga sudah memainkan sepak bola
ratusan tahun yang lalu. Hanya saja pada suku Astek permainan bola
merupakan gabungan dari permainan basket, voli dan sepak bola sekaligus.
Di kalangan orang Indian, sepak bola
lebih mirip perang antar suku yang digelar di lapangan maha luas dan
berharihari jika skor masih imbang. Dengan pemain setiap tim berjumlah
500 orang, pasuckaukohowog menghasilkan korban yang cedera
berbulan-bulan. Sebelum bertanding para pemain melakukan ritual seperti
sebelum maju perang. Mereka mengecat tubuh dan wajah dengan gambar
tertentu untuk menolak bala.
[1] [1] [1]
Sepak bola mulai modern dan tertib
setelah Giovani Bardi dari Italia membukukan serentetan aturan permainan
ini tahun 1580. Di Italia, sepak bola disebut calcio. Setahun
berikutnya, Richard Mulcaster di Inggris juga melakukan hal serupa.
Kepala Sekolah Merchant Taylor’s dan St. Paul itu menyerukan perlunya
pembatasan pemain dan wasit. Paparannya dalam buku Position Where in
Those Primitive Circumstanes be Examined itu lebih banyak menganjurkan
pengurangan kekerasan dan mementingkan aspek kebugaran.
Dua ratus tahun kemudian Joseph Strutt
menyempurnakan aturan tersebut. Belajar dari sejarah bola Inggris tahun
1700, ia menulis buku The Sports and Pastimes of The People England.
Dalam buku ini ia membuat aturan bahwa sepak bola harus terdiri dari dua
tim dengan jumlah pemain sama. Kedua tim harus berebut bola untuk
memasukkannya ke gawang lawan yang terpisah oleh jarak 70-90 meter.
Baik Bardi, Mulcaster maupun Strutt,
ketiganya menginginkan sepak bola melulu sebagai permainan. Mereka
sebenarnya mengadopsi peraturanperaturan sederhana sepak bola yang sudah
dipraktikkan di Jepang dan Cina puluhan abad sebelumnya. Dalam World
Soccer (1992), Guy Oliver menulis bahwa peraturan dan permainan tsu chu
maupun kemari merupakan sumber ilham sepak bola modern.
Mulcaster dijuluki sebagai “pembela sepak
bola paling gigih dari abad 16”. Itu karena ia tekun mengkampanyekan
sepak bola yang tidak brutal. Permainan ini, katanya, bahkan harus
dimainkan oleh perempuan dan anak-anak karena berguna untuk kekuatan dan
kebugaran tubuh. Padahal di Cina, menurut pelukis Dinasti Ming, Du Jin,
para perempuan sudah bermain tsu chu antara tahun 1465-1509.
Konsep Strutt ini kemudian dijadikan
pijakan peraturan sepak bola modern. Pijakan ini mendasari lahirnya
Football Association di Inggris pada 26 Oktober 1863 oleh 11 klub sepak
bola di sana yang anggotanya terdiri dari para mahasiwa. Awalnya,
asosiasi mengatur jumlah pemain satu tim sebanyak 15-21 orang. Pada 1870
jumlah pemain dibakukan menjadi sebelas. Penjaga gawang baru muncul
pada 1880.
Dari organisasi ini pulalah lahir istilah
soccer, dari singkatan kata association. Charles Wreford Brown,
mahasiswa Universitas Oxford, menemukan tak sengaja istilah ini ketika
ditanya orang apakah ia seorang pemain rugbi (rugger), olahraga yang
lebih terkenal di sana. Brown menjawab, “No, I’am soccer.”
Sedangkan football, meskipun pertama kali
disebut dalam larangan- larangan para raja pada abad 17 dengan nama
fute-ball, istilah ini semakin populer setelah ditulis dramawan Inggris
yang terkenal, William Shakespeare. Dalam King Lear seorang tokohnya
mencemooh tokoh lain yang dianggap dungu sebagai “football player”.
Shakespeare melanjutkannya ketika menulis Comedy and Errors (adegan II).
Istilah ini masih dipakainya untuk mencemooh tokoh yang begerak tak
tentu arah.
Tahun 1863 merupakan tonggak sejarah
sepak bola modern. Selain ada wasit, luas lapangan dan jumlah pemain
yang dibatasi, sepak bola juga hanya memakai kulit binatang yang diisi
udara. Permainan ini kemudian menyebar ke negara jajahan Inggris dan
berkembang pesat dan kompleks sebagai budaya massa dalam abad modern.
Orang Inggris keliru ketika pada Piala
Eropa 1996 memasang spanduk besar-besar dengan bunyi: sepak bola kembali
ke tanah leluhurnya. Orang Inggris mengacu pada kelahiran Asosiasi
sepak bola (FA) yang baru berusia dua abad itu. Mereka keliru karena
sepak bola adalah produk santun kebudayaan Timur.
Sebagai sebuah budaya massa, sepak bola
telah menarik minat para ilmuwan dengan pelbagai latar belakang: sosial,
ekonomi, politik, filsafat. Victor Matheson dari Departemen Ekonomi
William College, Inggris, dalam penelitiannya di tahun 2003 menyimpulkan
bahwa klub-klub profesional di Eropa dan Amerika Selatan menyumbang
pertumbuhan ekonomi yang signifikan kepada negaranya. Setiap klub,
dengan perputaran uang triliunan rupiah, setidaknya mempekerjakan 3.000
karyawan. Atau holiganisme di Inggris yang menarik minat para sosiolog
dalam meneliti pendukung sebuah kesebelasan.
Para pemikir sudah lama menaruh minat
pada olahraga ini. Albert Camus pernah bilang bahwa dirinya berutang
kepada sepak bola karena olahraga ini mempertontonkan soal moral dan
tanggungjawab. Di masa mudanya, Camus pernah jadi kiper, karena itu ia
punya lebih banyak waktu merenungkan pertandingan. Claude Levi- Strauss,
Sartre hingga Gramsci juga sudah menulis kajian filsafat sepak bola. Di
Australia, pengelola klub menyeleksi pemain dengan teori psikoanalisis
Sigmund Freud.
Karena itu Cao Yang tetap gemas meski
Cina sudah diakui sebagai tanah leluhur sepak bola. Ia gemas karena
Eropa mampu mencuri permainan ini dan maju dengan itu.